"MIRANDA RULES" dalam Penerapan Perlindungan Hak-hak Tersangka di Indonesia

9:26 AM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Miranda Rules adalah suatu konsep pencegahan kesewenang-wenangan Penyidik terhadap Tersangka. Miranda Rules ini merujuk pada nama Ernesto Miranda, pria yang pada 1963 masih berusia 23 tahun. Miranda ditangkap sebagai tersangka penculikan dan pemerkosaan remaja di Phoenix Arizona, Amerika Serikat. Setelah diinterogasi penyidik sekitar dua jam, Miranda akhirnya mengaku sebagai pelaku. Ia menandatangani BAP. Pada bagian akhir BAP tertulis bahwa Miranda menjawab secara sukarela, tanpa paksaan, dan paham akan hak-hak hukumnya. Di pengadilanArizona, Miranda terancam hukuman 20 tahun penjara. Ia banding. Kasus Miranda v Arizona itu akhirnya bergulir ke Mahkamah Agung AS. Pada 1966, Mahkamah Agung memutus perkara ini dengan suara 5:4. Mayoritas hakim berpendapat pengakuan Miranda diberikan ketika hak-haknya tidak dalam perlindungan. Spirit putusan itu adalah pengakuan tersangka tidak boleh diperoleh dengan cara melakukan kekerasan dan tekanan. (Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18401/menunggu-imiranda-rulesi-di-ruang-penyidikan)

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak dikenal istilah Miranda Rules. Namun konsep yang sama tentang pencegahan kesewenang-wenangan Penyidik terhadap Tersangka sudah diatur secara gamblang dalam KUHAP. 
Di negeri Paman Sam, Penyidik harus selalu menjelaskan kepada Tersangka tentang Miranda Warning:
You have the right to remain silent. Anything you say can and will be used against you in a court of law. You have the right to speak to an attorney, and to have an attorney present during any questioning. If you cannot afford a lawyer, one will be provided for you at government expense.
(Kamu memiliki hak untuk diam. Apapun yang kamu katakan dapat dan akan digunakan untuk melawanmu di pengadilan. Kamu memiliki hak untuk bicara kepada penasehat hukum dan dihadiri penasehat hukum selama interogasi. Apabila kamu tidak mampu menyewa penasehat hukum, maka akan disediakan satu untukmu yang ditanggung oleh Pemerintah.)
KUHAP pun telah mengatur tentang hak-hak Tersangka, antara lain:

0 comments:

RALAT perihal: Apa merekam pembicaraan orang adalah tindak pidana?

8:44 AM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Setelah membaca dan mencermati kembali UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta setelah perbincangan dengan Penanya, maka dengan ini saya memberikan ralat terhadap artikel "Apa merekam pembicaraan orang adalah tindak pidana?".

Bahwa yang dimaksud dengan "merekam pembicaraan orang" adalah TIDAK SAMA dengan "intersepsi/penyadapan" yang diatur pada Pasal 31 UU ITE .

Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi (Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE).

Bahwa kegiatan merekam pembicaraan orang seperti dalam kasus yang ditulis dalam artikel https://id.berita.yahoo.com/rekaman-percakapan-marshanda-ibunda-beredar,-052000974.html , BUKAN TERMASUK KEGIATAN PENYADAPAN karena tidak adanya penggunaan alat-alat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU ITE dan penjelasannya. Apabila kegiatan merekam pembicaraan orang dilakukan dengan alat-alat penyadap baik yang menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, maka kegiatan perekaman tersebut baru bisa dikatakan sebagai kegiatan intersepsi/penyadapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU ITE. 

Maka kegiatan merekam pembicaraan orang (seperti contoh kasus Marshanda vs. Ben Kasyafani) BUKAN termasuk tindak pidana sebagaimana yang dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU ITE. Pihak yang bersangkutan karena pembicaraannya direkam dan merasa dirugikan karena adanya perekaman pembicaraan tanpa seijin darinya, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan akibat perekaman tersebut.

Demikian, semoga membantu.

0 comments:

Apa merekam pembicaraan orang adalah tindak pidana?

1:14 AM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Menjawab pertanyaan CN yang disampaikan dalam "kotak pesan" pada tanggal 15 Oktober 2014, maka berikut adalah tanggapan saya.

Kami mengartikan "Merekam pembicaraan orang" yang dimaksud oleh Penanya adalah menyimpan data pembicaraan (audio) dari seseorang dengan menggunakan alat perekam suara (audio). Sedangkan yang dimaksud dengan "tindak pidana (strafbaar feit)" adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut (Prof. Moeljatno, S.H.). 

Bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE):
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 

Berdasarkan Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE, yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

0 comments:

RE-EVOLUSI

11:58 PM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):

REVOLUSI adalah perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata); perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang...

EVOLUSI adalah perubahan (pertumbuhan, petkembangan) secara berangsur-angsur dan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit)...

Saya sangat tidak mendukung kekerasan yang tidak pada tempatnya dan waktunya. Mengapa saya katakan demikian? Karena kekerasan itu perlu, sewajarnya.
Kitab-kitab syair dan kebijaksanaan mengajarkan:

  • Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian daripada seratus pukulan pada orang bebal (Amsal 17:10)
  • Jikalau si pencemooh kaupukul, barulah orang yang tak berpengalaman menjadi bijak, jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf. (Amsal 19:25)
  • Hukuman bagi si pencomooh tersedia dan pukulan bagi punggung orang bebal. (Amsal 19:29)
  • Bilur-bilur yang berdarah membersihkan kejahatan, dan pukulan membersihkan lubuk hati. (Amsal 20:30)
Tapi saya sangat menentang orang-orang yang merasa paling benar dan berperilaku anarkis (seperti FPI). Semua yang berlebihan adalah tidak baik, dan semua harus pada tempatnya. Jangan sampai apa yang kita lakukan menentang hak orang lain. 

0 comments:

BANGUNLAH KAPASITAS!!

11:14 PM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Sadarkah kita bila dunia ini semakin menuju ke keburukan, dan bukan kebaikan?
Dibalik semua berita mengenai perkembangan teknologi, pasar global, munculnya para cendekiawan muda, ternyata bila ditelusur masih lebih banyak kekurangan. Memang gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tapi semut di seberang lautan terlihat.

Sama halnya dengan yang terjadi di dunia hukum, di Indonesia ini. Berbagai macam perundang-undangan dan aturan telah disahkan, beberapa direvsi, tapi sebenarnya apa esensi semuanya itu? TIDAK ADA. Karena manusia yang menjalankan aturan yang indah tersebut BELUM memiliki kapasitas untuk bisa mengemban tugas dan tanggung jawabnya, yang mereka (kita) miliki adalah kapasitas untuk memikirkan kepentingan kita sendiri.

Contohnya, di Pengadilan Negeri Surabaya telah dipasang dengan jelas mengenai biaya-biaya penanganan perkara (dipasang di dekat ruang tunggu, di dekat deretan nama-nama yang mulia hakim). Namun dalam kenyataannya, uang selalu berperan dalam menentukan segala sesuatunya. Sudah menjadi rahasia umum, jika Anda berurusan dengan Pengadilan (atau lembaga pemerintahan lain), Anda harus menyiapkan duit segepok. Tuntut saya atas pencemaran nama baik apabila hal ini benar-benar tidak terjadi!

0 comments:

ADVOKAT ADALAH PROFESI YANG TERHORMAT

12:32 AM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Banyak sekali orang yang memandang profesi advokat sebagai suatu profesi yang "gelap" di dunia hukum yang "gelap" pula. Pandangan tersebut tidaklah salah, karena tidak akan pernah ada pandangan seperti itu apabila tidak ada api yang memantiknya. Dan yang disayangkan adalah, api pemantik itu datang dari yang terhormat Para Advokat. Namun saya berkeyakinan bahwa tidak semua advokat adalah advokat "gelap" seperti yang menjadi pandangan sebagian besar orang saat ini.

Advokat sebagai suatu profesi yang terhormat (officium nobile), dalam menjalankan profesinya harus memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan (Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia).  Berdasarkan aturan-aturan dalam Kode Etik Advokat, saya menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang membuat advokat sebagai profesi yang terhormat, antara lain:

  1. Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik serta sumpah jabatannya.
  2. Advokat dalam melaksanakan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
  3. ADVOKAT TIDAK DIBENARKAN MENJAMIN KEPADA KLIENNYA BAHWA PERKARA YANG DITANGANINYA AKAN MENANG.
  4. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma HARUS memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
  5. Advokat HARUS menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
  6. dan lain-lain.
Aturan-aturan tersebut memang sangat arif. Saya berharap bahwa aturan tertulis tersebut tidak hanya sebatas indah di atas kertas, namun juga harus tajam dalam penerapannya. Masyarakat yang kritis adalah masyarakat yang berpikir dan bertindak. Maka apabila Anda menemukan praktek Advokat yang tidak terhormat, Anda bisa mengadukannya ke Dewan Kehormatan. 

0 comments: