TUKANG PARKIR LIAR, BIKIN PEMASUKAN PEMKOT JEBOL

10:45 PM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Banyak dari kita yang sangat merasa terganggu dengan adanya tukang parkir tidak resmi/ tukang parkir liar. Menurut saya, salah satu jalanan di Surabaya yang paling banyak tukang parkir liarnya adalah di Jalan Dharmawangsa. Lama-lama saya jengkel sendiri, ini tukang parkir atau tukang palak! menjaga kendaraan kita saja tidak, tapi saat kita akan meninggalkan tempat mereka muncul dan langsung meminta uang bak preman. Bayangkan saja, parkir di depan Kedai Bamboo (salah satu tempat makan di Jalan Dharmawangsa) ditarik uang parkir Rp 2.000,- dan saat saya parkir ke Alfamidi ditarik lagi Rp 1.000,-. Belum beli apa-apa saya sudah keluar uang Rp 3.000,- untuk parkir motor. Saat dimintai karcis, kebanyakan dari mereka tidak memilikinya. Padahal karcis parkir tersebut adalah bukti bayar pajak pengelola parkir kepada Pemerintah Kota Surabaya. Pantas saja jika pendapatan kota Surabaya dari pajak retribusi parkir banyak jebol karena ulah tukang parkir liar.

Padahal sudah ada aturan yang jelas telah mengatur tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum yaitu melalui Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2012. Pasal 8 Perda tersebut telah mengatur secara jelas tentang besaran tarif parkir di tepi jalan bagi mobil penumpang. mobil barang hingga sepeda motor. Sebagai contoh dalam Pasal 8 tersebut, sepeda motor untuk sekali parkir di tepi jalan umum dikenai biaya Rp 500,- (lima ratus rupiah), untuk parkir insidentil Rp 1.500,- (seribu lima ratus rupiah), untuk tempat parkir zona Rp 2.000,- (dua ribu rupiah). Tata cara pemungutan diatur dalam Pasal 10, bahwa retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan tersebut dapat berupa karcis parkir dan bukti langganan. Jarang sekali kita mendapat karcis parkir saat parkir di pinggir jalan. Hal itulah membuat para tukang parkir liar menjadi "manja" dan asal semprit peluit minta uang. Kalau saya berani bertengkar sedikit, supaya tukang parkir liar itu menjadi tertib.

Selain itu seharusnya uang hasil retribusi parkir tersebut disetor ke Rekening Umum Kas Daerah paling lama 1 (satu) hari kerja (Pasal 10 ayat (3) Perda No. 8 Tahun 2012). Namun hasil retribusi parkir itu justru masuk ke "penguasa" jalanan setempat, bahkan ada pula yang disetor ke RT/RW atau kepala lingkungan setempat, dan sayangnya digunakan untuk kepentingan pribadi (Kalau untuk perbaiki jalan atau kepentingan masyarakat sih nggak apa2).

Marilah kita menjadi manusia yang tidak apatis, tidak membiarkan pelanggaran terjadi di depan mata kita. Padahal kita tahu aturannya, namun seringkali kita berpikir "ahhh untuk apa sih? toh hanya uang 2.000 rupiah.." Justru pemikiran itulah yang menyebabkan kerugian hingga kas daerah jebol.
SEBAIKNYA PUN, SATPOL PP KOTA SURABAYA TIDAK HANYA LUNTANG-LUNTUNG SIBUK MENCABUT SPANDUK ATAU MENERTIBKAN PEDAGANG KAKI LIMA SAJA TAPI JUGA MENERTIBKAN PARKIR LIAR. Menurut saya pedagang kaki lima yang bekerja mencari nafkah lebih tinggi derajatnya daripada tukang parkir yang prat-prit-prat-prit dan asal meminta uang.

0 comments:

Program Jaminan Kecelakaan Kerja "Return To Work" Bagi Pekerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja

11:02 PM IMANUEL RAHMANI 0 Comments

Belakangan ini saya tertarik untuk menulis mengenai ketenagakerjaan, karena ternyata banyak sekali perbedaan antara aturan-aturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan dengan praktek di lapangan, seperti halnya mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang lazim disebut perjanjian kontrak (sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu).

Kali ini, ada kabar baik bagi pekerja yang bekerja di lingkungan yang rawan kecelakaan kerja. Mulai Juli 2015 ini akan ada program Jaminan Kecelakaan Kerja  "Return To Rork" (JKK  -RTW), yang pada intinya menjamin pekerja yang bekerja di tempat-tempat yang rawan kecelakaan, apabila terjadi kecelakaan kerja maka akan tetap dapat bekerja kembali jika keadaannya sudah pulih walaupun dengan keadaan cacat sementara maupun cacat permanen. Adanya program ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pekerja yang mengalami PHK setelah mengalami kecacatan karena kecelakaan kerja. Menurut Menteri Hanif, program ini akan diselenggarakanBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Dengan program ini pekerja yang jadi peserta BPJS akan mendapatkan pendampingan ketika mengalami kecelakaan kerja yang berakibat cacat atau berpotensi cacat. Pendampingan bermula sejak terjadinya musibah kecelakaan kerja hingga pekerja bekerja kembali.


Saat kembali ke pekerjaan, tentu saja pengusaha harus melakukan beberapa penyesuaian dengan keadaan pekerja setelah mengalami kecelakaan kerja. Saat pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan melakukan upaya pengobatan di Rumah Sakit, maka manajer Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (KK PAK) akan mendampingi perkembangan kesehatan pekerja hingga pekerja kembali ke lingkungan kerja. Apabila ternyata pekerjaan yang dulu tidak lagi sanggup dilakukan pekerja, maka manajer KK PAK dengan pengusaha akan mencarikan solusi lain misalnya menempatkan pekerja di bagian lain sesuai dengan kemampuan pekerja pasca kecelakaan. 

Mudah-mudahan program Kementerian Ketenagakerjaan ini akan benar-benar berjalan dengan sebagaimana mestinya, sehingga amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dapat pula diamalkan dengan arif. 
"TIAP-TIAP WARGA NEGARA BERHAK ATAS PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN."

0 comments:

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Indah dalam Tulisan, Impian dalam Kenyataan

9:14 PM IMANUEL RAHMANI 2 Comments

Dalam kehidupan sehari-hari, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sering disebut dengan perjanjian kontrak. Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Namun nyatanya, perjanjanjian kerja waktu tertentu (selanjutnya disebut perjanjian kontrak) diterapkan pada semua jenis pekerjaan termasuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus. Dalam hal ini, pekerja mengalami dampak negatif karena apabila pekerja menolak klausul-klausul tertentu dalam suatu perjanjian kerja, pengusaha akan serta merta tidak memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memperoleh mata pencaharian.

Banyak sekali aturan dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang pada kenyataannya banyak disimpangi oleh para pengusha, dan para pekerja pun tidak mengerti bahkan tidak memahami aturan-aturan yang melindungi hak-haknya tersebut.
Seperti terlihat dalam Pasal 58 UU No.13 Tahun 2003, telah diatur:
  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
  2. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
NAMUN TETAP SAJA DALAM PKWT/PERJANJIAN KONTRAK MASIH DISYARATKAN MASA PERCOBAAN KERJA (BIASANYA 3 BULAN).
Seharusnya saat hal tersebut terjadi, maka masa percobaan tersebut menjadi batal demi hukum. Ironisnya, saat pekerja mengutarakan haknya sesuai payung hukum UU No. 13 Tahun 2003, para pengusaha telah menjadi pihak yang berada di atas angin, menjadi pihak yang seolah-olah kebal terhadap hukum.

2 comments: